Wednesday, 30 November 2011

CINTA SETENGAH TIANG

| Wednesday, 30 November 2011 | 0 comments
Ini sudah hari yang kesekian aku kelihatan murung dan bingung sendiri di dalam kamarku yang berntakan. Kian hari wajahku semakin mendung dengan tatapan yang nanar. Kerjaku di kamar hanya melamun. Tidak biasanya aku seperti ini, di sekolah aku menjadi anak yang pendiam, duduk termenung memikirkan suatu hal.
Sebetulnya ini bukan urusanku. Karena Elva bukan siapa-siapaku. Ia hanya teman sekelasku di sekolah. Sekarang aku duduk di kelas sembilan di sebuah SMP di kotaku. Aku mengenal Elva sejak kelas tujuh, awal bertemu aku sudah tertarik dan lama-kelamaan aku menyukainya.
Hal yang membuatku bingung dan selalu kutanyakan dalam hati adalah apakah dia mau menjadi pacarku. Kebingunganku ini bukan tanpa alas an, dia adalah anak orang kaya dengan kaya berpakain yang bisa di bilang up to date atau gaul. Sedangkan aku berasal dari keluarga yang biasa saja, rumahku tidaklah besar, juga tidak terlalu mewah, sederhana saja sama seperti rumah orang kampung kebanyakan. Penampilanku juga biasa saja, sama seperti anak-anak lainnya.
Di tambah lagi dia sekarang sedang dekat dengan sahabat dan teman mainku sendiri yang tak mungkin aku mengganggu hubungan mereka. Elva dekat dengan Pratama atau biasanya aku memanggilnya Tama. Mereka mulai dekat satu sama lain sejak aku kenalkan Tama ke Elva. Tapi itu sungguh menggangguku secara batin. Tapi semua sejenak aku lupakan saat di sekolah aku bertemu dengan teman-temanku yang gila. Mereka adalah Selly dan Harianto, mereka berdualah yang selalu menjadi penghiburku di dalam kelas, yang membuatku sejenak melupakan Elva.
Selly tidak seperti cewek kebanyakan, dia tomboy, cuek tapi baik hati. Harianto juga cowok yang lucu dan unik, tidak nik gimana? Badannya yang kurus dengan kulit yang hitam. Tapi walaupun gitu aku sayang kepada semua teman-temanku. Kembali ke Elva dan aku, kami memang dekat tapi hanya sekedar teman.
Sejenak aku befikir apakah aku harus melupakannya. “tidak, aku rasa tidak, aku harus tetap maju, toh aku dan Tama tidak jauh berbeda” gumamku dalam hati. Tak terasa aku sudah terlelap dalam bayang-bayang lamunanku.
Burung berkicau dengan merdu menemani sang matahari keluar dari peraduaannya. Kulihat langit yang biru dari jendala kamarku, tiba-tiba aku tersadar “sial aku kesiangan”aku tak peduli lagi dengan kamarku yang berantakan dan ibuku yang marah-marah. Bergegas aku ke kamar mandi, ganti baju. Tas sudah kubawa “Bu, aku berangkat, Assalamualaikum” bergegas kunaiki sepeda motor dengan sedikit ngebut.
Keberuntungan masih berpihak kepadaku, aku belum telat. Langsung saja aku masuk ke dalam kelas. Ternyata Pak Riasis guru matematika kami tidak mengajar karena sakit. Jadi untuk dua jam ke depan akan kosong jamnya Pak Riasis. Ini kesempatan buatku untuk mendekati Elva. Aku ambil posisi duduk di samping Elva. Kami ngobrol dengan sedikit candaan khas anak ABG. Mumpung aku sedang ngobrol, kutanyakan hubungan Elva dengan Tama. “Va, kamu udah jadian ya ama Tama?” tanyaku memberanikan diri. “ah enggak kok” jawabnya agak gugup. “ah yang bener  Va, kamu pasti bo’ong”. “ye di bilangin gak percaya, aku tuh sukanya sama….”. Tene. .teng. .teng belum sempat menjawab bel tanda istirahat di mulai, tiba-tiba aku ditarik Harianto ke kantin. “Va, nanti kita lanjutkan yach?” ajakku dengan berteriak. Elva hanya tersenyum dengan senyum yang dapat meleburkan seluruh isi dalam tubuhku.
Dalam perjalanan menuju kantin Harianto bertanya kepadaku “kamu suka Elva ya?” “hmm…gak tau aku Har, aku bingung” ujarku. “mendingan kamu jauhin Elva, dia gak pantes buat kamu, kamu bisa dapet cewek yang lebih” Harianto menasehatiku. “dapet lebih maksudnya berat badannya lebih yah, hahahahah” aku menjawab dengan tetawa. “Elva tuh anaknya matre”tegasnya. “udahlah biar aku jalani dulu”kali ini aku langsung menjawab dengan cepat.
Di kantin aku bertemu Tama dan Selly. Aku menggambil duduk di samping Tama sedangkan Selly dan Harianto duduk menjauhi kami, mungkin mereka tahu apa yang kuinginkan. Aku membeli beberapa snack. “Eh Tam mau enggak”aku menawari snack yang kupegang. “oh makasih aku sudah kenyang” jawabnya. “Eh kamu pacaran ya ma Elva?” tanyaku penasaran”enggak, aku ma dia cuman temen aja, kalu kamu suka ungkapin aja aku gak bakalan rebut, lagian Elva bukan tipeku” terangnya kepadaku.
Pelajaran terus di mulai hingga jam pelajaran selesai. Teman-teman sekelasku bergegas keluar kelas. Tinggal aku sendirian dengan Elva yang belum keluar. “Va kenapa gak pulang?” tanyaku “enggak gak ada temennya” jawabnya memelas “ya udah ayow tak anterin pulang”aku mengatakan seperti itu karena itu kesempatan untuk mencari perhatiannya. Aku dan Elva berboncengan di tengah jalan turun hujan deras hingga saat sampai di rumah Elva kami basah kuyup. “makasih, kamu gak mampir?”ajaknya “ah enggak Va, aku pulang aja” ku gas sepeda motor yang kukendarai menorobos hujan yang semakin deras, tapi dalam hati aku merasa senang bisa lebih dekat dengan orang yang aku sukai bahkan aku sayangi.
Jam menunjukkan pukul satu pagi, aku tidak bisa tidur karena terus memikirkan Elva. Entah karena apa aku langsung mengambil handphoneku dan mencari nama Elva di kontak nomer, tanpa piker panjang aku telpon Elva, walaupun aku tahu pasti dia sedang tidur. Aku kaget ternyata dia belum tidur. “Va, kenapa belum tidur?”tanyaku penasaran.”lagi kepikiran ma seseorang” jawabnya dengan lembut. Dalam hati ini berkata mungkin ini saat yang tepat mengungkapkan perasaanku kepadanya.”Va aku boleh bilang sesuatu gak?”pintaku memelas”Tanya apa pasti aku jawab”.kupersiapkan mental karena aku tidak pernah nembak cewe karena biasanya cewe yang nembak aku. “aku tuh sebernya sayang ma kamu , kamu mau gag jadi pacar aku?”aku tidak bisa mengerem laju lidahku. “sebelumnya maaf ya tapi aku sudah punya pacar” jawabnya dengan sedikit ragu-ragu. “ya udah gak apa-apa”jawabku kecewa.
Keesokan harnya di sekolah aku bertemu Selly. “Sel ada apa, tumben duduk di bangkuku?” tanyaku penasaran. Ternyata Selly menceritakan apa yang terjadi sebenarnya pada Elva, Elva ternyata sudah jadian dengan Tama. Tapi aku nembak Elva duluan terus aku di tolak, tapi Tama malah di terima padahal katanya dia sudah punya pacar, dan Tama katanya di tidak suka Elva.
Semua pertanyaan itu terus aku pendam, aku pura-pura tidak tahu dengan hubungan mereka. Walaupun hati ini terasa tersiksa di bohongi aku tetap bersabar.  Aku tidak mau merusak pertemananku dengan Tama. Aku tahu mereka sering bertemu di belakang perpustakaan, tapi sekali lagi aku cuman bisa sabar, sabar, dan sabar. Karena bagiku yang terpenting adalah melihat teman kita sendiri bahagia. Karena aku percaya saat pendapat kita tidak didengar maka saat itulah kita belajar untuk menghargai.
Aku melupakan kejadian tersebut denagn susah payah. Hingga saat aku duduk di bangku SMA aku telah berhasil menemukan penggantinya yang lebih baik dari berbagi segi. Ternyata kata Harianto benar aku bisa mendapatkan lebih.

NAMA : MUHAMMAD ALDI
NO  : 11 (5065)
KELAS : XII IPA 2 SSN

0 comments:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Post a Comment

 

Followers

JEJAK KAKI PENGUNJUNG

Google PageRank Checker Powered by  MyPagerank.Net
Ping your blog, website, or RSS feed for Free

Entri Populer

© Copyright 2010. yourblogname.com . All rights reserved | yourblogname.com is proudly powered by Blogger.com | Template by A-volution™ - A-volution™