Aku berada di tempat yang indah, namun sepi begitu menekan, sehingga aku dapat mendengar denyut nadiku sendiri. Namun tempat ini penuh kedamaian seperti halnya kurasa diriku waktu dulu, penuh kegembiraan. Ku berjalan terus menerus melewati hamparan tanah yang luas dan dipenuhi bunga-bunga tertanam disana. Ketika aku ingin memetik bunga terdengar suara memanggilku, “Lela…Lelaa…”. Ku urungkan niatku untuk mengambil bunga itu, kucari-cari suara yang memanggilku, semakin jelas terdengar, semakin jelas terdengar, seperti suara Ibu. Ternyata semua hanya mimpi aku terbangun dari tidurku.
“Nak , cepat bangun sudah jam setengah 7,” kata Ibu membangunkanku.
“Iyaaa…iyaaa buk, “ kataku enggan.
Kulihat jam dinding di depanku sudah terlambat, kucepatkan langkahku ke kamar mandi. Selesai mandi tanpa sarapan aku langsung berangkat.
“Nak tidak sarapan dulu,”kata Ibuku.
“Tidak bu, sudah terlambat,”jawabku.
“Nak , cepat bangun sudah jam setengah 7,” kata Ibu membangunkanku.
“Iyaaa…iyaaa buk, “ kataku enggan.
Kulihat jam dinding di depanku sudah terlambat, kucepatkan langkahku ke kamar mandi. Selesai mandi tanpa sarapan aku langsung berangkat.
“Nak tidak sarapan dulu,”kata Ibuku.
“Tidak bu, sudah terlambat,”jawabku.
Sesampainya di depan gerbang sekolah tepat bel berbunyi, aku bersyukur tidak terlambat.
“Hay Lela,”kata Mia sambil mendorongku dengan candaannya.
“Iyaaa..hay,”jawabku. Mia adalah sahabatku dari SMP, dia juga teman sebangkuku, dia orang yang paling mengerti aku setelah ibu.
“Bagaimana Lel, kamu sudah mengerjakan tugas bahasa Indonesia ?,”Tanya Mia.
“Belum,”jawabku.
“Oh..kenapa kamu tidak mengerjakan La?,”tanyanya lagi.
ku jawab hanya dengan senyuman saja.
“Eh..nanti ayo keluar jalan-jalan yuk mi ?,”Ajakku mencairkan suasana.
“Maaf, nanti aku ada les lel, lain kali deh ayo jalan-jalan,”jawabnya.
“Oh..iyaa..iyaa tidak apa-apa,”kataku. Aku sekarang duduk di kelas 2 dan memang sebentar lagi ujian semester, temanku banyak yang ikut bimbingan belajar kesana kemari. Sedangkan aku tidak mempedulikan hal tersebut. Aku terlalu sering memikirkan hal yang lebih penting dari pada itu menurutku. Ayahku sekarang berubah, dia selalu membanding-bandingkanku dengan kakakku. Aku tertekan di rumah. Sebelum kakakku meninggal aku selalu diperhatikan dan dimanja oleh Ayahku, semenjak kepergiaan kakakku semua berubah. Aku sering mengurung dikamar memikirkan hal ini. Tapi terlalu sesak memikirkannya, begitu banyak kenangan dengan Ayah. Tapi sekarang Ayah berubah seperti tidak mempedulikanku.
“Hay Lela,”kata Mia sambil mendorongku dengan candaannya.
“Iyaaa..hay,”jawabku. Mia adalah sahabatku dari SMP, dia juga teman sebangkuku, dia orang yang paling mengerti aku setelah ibu.
“Bagaimana Lel, kamu sudah mengerjakan tugas bahasa Indonesia ?,”Tanya Mia.
“Belum,”jawabku.
“Oh..kenapa kamu tidak mengerjakan La?,”tanyanya lagi.
ku jawab hanya dengan senyuman saja.
“Eh..nanti ayo keluar jalan-jalan yuk mi ?,”Ajakku mencairkan suasana.
“Maaf, nanti aku ada les lel, lain kali deh ayo jalan-jalan,”jawabnya.
“Oh..iyaa..iyaa tidak apa-apa,”kataku. Aku sekarang duduk di kelas 2 dan memang sebentar lagi ujian semester, temanku banyak yang ikut bimbingan belajar kesana kemari. Sedangkan aku tidak mempedulikan hal tersebut. Aku terlalu sering memikirkan hal yang lebih penting dari pada itu menurutku. Ayahku sekarang berubah, dia selalu membanding-bandingkanku dengan kakakku. Aku tertekan di rumah. Sebelum kakakku meninggal aku selalu diperhatikan dan dimanja oleh Ayahku, semenjak kepergiaan kakakku semua berubah. Aku sering mengurung dikamar memikirkan hal ini. Tapi terlalu sesak memikirkannya, begitu banyak kenangan dengan Ayah. Tapi sekarang Ayah berubah seperti tidak mempedulikanku.
Suatu ketika kami sekeluarga sedang berkumpul di rumah kami, waktu itu kakakku masih ada.
“La bagaimana sekolahmu?,”Tanya Ayah.
“Baik yah, aku tadi ulangan nilaikku baik sekali,” jawabku sambil menunjukkan nilaiku ulangan.
“Yah belikan aku handphone Nokia tipe terbaru, teman-temanku handphonenya bagus-bagus yah ?,”lanjutku.
“Iyaa..nanti Ayah belikan tipe handphone yang terbaru,”jawab Ayah. “Kakak tidak mau handphone baru ?.” lanjut Ayah.
“Tidak Ayah handphoneku yang lama masih bagus dan masih layak dipakai kok,” jawab kakak sambil tersenyum.
“Nanti kalau Lela sudah dibelikan handphonenya di rawat dengan baik yah !,”kata ibu menasehatiku.
“Iyaa bu, oh iya bu lusa aku ada study tour bu ke Malang aku tidak punya baju bagus. Ibu mau membelikanku?,”kataku.
“Lela kan bajunya masih bagus-bagus, kenapa harus beli baju yang baru, sudahlah nak apa adanya saja,” jawab ibuku sambil mengelus rambutku. Tapi aku hanya cemberut, Aku sangat jengkel karena Ibu tidak menuruti keinginanku. Melihat hal tersebut Ayah merasa iba, “Sudahlah bu Lela belikan saja. Lalu tak lama kemudian Ibu mengangguk mengiyakan
“La bagaimana sekolahmu?,”Tanya Ayah.
“Baik yah, aku tadi ulangan nilaikku baik sekali,” jawabku sambil menunjukkan nilaiku ulangan.
“Yah belikan aku handphone Nokia tipe terbaru, teman-temanku handphonenya bagus-bagus yah ?,”lanjutku.
“Iyaa..nanti Ayah belikan tipe handphone yang terbaru,”jawab Ayah. “Kakak tidak mau handphone baru ?.” lanjut Ayah.
“Tidak Ayah handphoneku yang lama masih bagus dan masih layak dipakai kok,” jawab kakak sambil tersenyum.
“Nanti kalau Lela sudah dibelikan handphonenya di rawat dengan baik yah !,”kata ibu menasehatiku.
“Iyaa bu, oh iya bu lusa aku ada study tour bu ke Malang aku tidak punya baju bagus. Ibu mau membelikanku?,”kataku.
“Lela kan bajunya masih bagus-bagus, kenapa harus beli baju yang baru, sudahlah nak apa adanya saja,” jawab ibuku sambil mengelus rambutku. Tapi aku hanya cemberut, Aku sangat jengkel karena Ibu tidak menuruti keinginanku. Melihat hal tersebut Ayah merasa iba, “Sudahlah bu Lela belikan saja. Lalu tak lama kemudian Ibu mengangguk mengiyakan
Dan dua hari setelah kepergian Kakak, aku menyadari perubahan Ayahku, waktu itu, kami menonton televisi. Ibu masih terlihat sangat sedih dengan kepergian kakak, Ayah terlihat lebih tegar dan adikku yang berumur 6 tahun sepertinya masih belum mengerti apa yang terjadi. Ayah berkata bahwa, “Ini adalah ujian kita tidak boleh sedih terlalu berlarut-larut, kita hanya bisa mendo’akan kepergian Kakakmu. Ibu hanya diam saja, Ibu terlihat memikirkan sesuatu. Lalu ia berkata,”Iya Ayah, Aku harus tegar”. Setelah lama kita hanya diam dalam keheningan. Ibu memecahkan keheningan, Ibu berkata, “Lela ..kamu tidak makan?,”Tanya Ibu. “Ibu yang mengambilkan makan, baru aku mau makan,”kataku.
“Laa..kamu sudah besar, kamu seharusnya sudah mandiri. Kamu bisa kan mengambil makanan sendiri !!,” kata Ayah panjang lebar. Dengan Langkah terpaksa Aku mengambil makananku sendiri.
“Usahakan kamu sekarang lebih dewasa dan jangan menggantungkan dirimu kepada orang lain nak,”Lanjut Ayah. Aku sedikit marah dengan kata-kata Ayah, Aku hanya ingin diperhatikan, apa salahnya.
Setelah besoknya Aku dan Ibu sedang sarapan bersama. “Nanti kalau berangkat sekolah hati-hati ya.. berdo’a dulu sebelum berangkat sekolah,”kata Ibu. “Baik bu,”Jawabku.“Laa..kamu sudah besar, kamu seharusnya sudah mandiri. Kamu bisa kan mengambil makanan sendiri !!,” kata Ayah panjang lebar. Dengan Langkah terpaksa Aku mengambil makananku sendiri.
“Usahakan kamu sekarang lebih dewasa dan jangan menggantungkan dirimu kepada orang lain nak,”Lanjut Ayah. Aku sedikit marah dengan kata-kata Ayah, Aku hanya ingin diperhatikan, apa salahnya.
“Bu, aku ingin sepatu baru, sepertinya sepatuku sudah jelek . Ibu mau membelikan sepatu baru?,”kataku.
“Memang sepatunya sudah tidak layak pakai nak, sepatumu kan masih bisa dipakai,”jawab Ibu.
“Iya bu, tapi sudah jelek, aku kemarin lihat di toko waktu jalan-jalan, ada model sepatu baru bu, aku ingin membelinya,”lanjutku. Waktu Ibu akan menjawab, Ayah datang, sepertinya Ayah mendengarkan pembicaraanku dengan Ibu. “La..kamu harus hidup sederhana, masih banyak yang membutuhkannya, kamu sudah besar seharusnya kamu sedikit berfikir lebih dewasa, tiru sifat kakakmu yang selalu apa adanya, dia mandiri, kamu bisa meniru sifat kakakmu !,”kata Ayah. “Ayah aku punya sifat sendiri dan jangan membanding-bandingkan aku dengan kakak,”kataku sedikit marah dan aku langsung berangkat sekolah tanpa pamit.
Aku sedang berada di kamar melamun kejadian-kejadian waktu itu, tak berapa saat kemudian Ibu datang membuyarkan lamunanku. “Lel antarkan bekal ini ke Ayahmu yah,” kata Ibu. Sebenernya aku enggan, tapi ibu seperti memandangku dengan memaksa. “Cepatlah nak kasihan Ayahmu,” Lanjut ibu.
“Ya sudah bu,”kataku.
Sesampainya di kantor Ayah, aku bertemu dengan dengan seorang nenek dan cucunya sedang berada di depan gerbang kantor Ayah. Mereka sedang menunggu seseorang sepertinya,Sebenarnya aku hendak masuk ke kantor Ayah, namun seperti ada yang menghentikanku,dan aku lebih memilih untuk mengamati nenek dan cucunya dari kejauhan. Tak berberapa lama seorang lelaki datang menghampiri nenek dan cucunya tersebut. Berbincang-bincang lama sekali. Dan sesudah itu lelaki tersebut seperti memberikan sebuah kardus pada nenek dan cucunya. Setelah aku sedikit mendekat melangkah ternyata lelaki tersebut Ayahku. Lama kelamaan Aku merasakan hal yang beda dengan Ayah. Dia tidak pernah mempedulikan orang kecil seperti itu. Dan Ayah memberi nenek itu dengan guratan senyum yang tidak pernah aku lihat sebelumnya, sepertinya dia sangat senang dengan apa yang dilakukannya sekarang. Dan tanpa disadari aku berjalan kearah mereka jauh lebih dekat. Aku melihat wajah Ayah wajahnya tersontak kaget melihatku. “Lela..mengantarkan bekal Ayah ya ? Ayo masuk, Nenek Saya masuk dulu ya !,”kata Ayah. Kulihat nenek itu membalas senyuman dan sama-sama meninggalkan kami.
“Tumben La kamu mau mengantarkan bekal Ayah. Oh ya Ayah sudah lama tidak mengobrol sama kamu ya ?,”kata Ayah.
Aku hanya mengangguk. Aku menjadi gugup dan tersentak dari keterbenan perasaanku.
“Ayah hanya yang terbaik buat kamu nak, Jadilah anak yang mandiri yang tegar nak”
“Lihat nenek dan cucunya tadi mereka lebih membutuhkan daripada kamu memfoya-foyakan uangmu untuk barang yang tidak berharga, Ayah akan bangga dengan perubahan sikapmu jika kamu lebih dewasa nak, Ayah berpesan kepadamu jadilah anak yang lebih mengerti hidup ini,kamu sudah besar kamu sudah seharusnya merubah sikapmu dari kekanak-kanakanmmu,”kata Ayah panjang lebar dengan ketulusannya menasehatiku.
Aku hanya diam memikirkan kata-kata Ayah. Diam..dan ..diam..
“jangan mensalah artikan kata-kata Ayah, Ayah sebelumnya terlalu memanjakanmu dan Ayah baru sadar itu tidak baik untuk kedepannya. Ayah hanya ingin yang terbaik buat kamu”Lanjut Ayah.
Tanpa terasa airpun menetes dari mataku, dan Ayah memelukku dan berkata, “Jadilah orang yang kuat seperti kakakmu,”kata Ayah. Semakin deras air yang mengalir di pipi dan semakin erat Ayah memelukku. “Iya Yah ..Aku Janji,”jawabku.
Aku baru tersadar Aku terlalu jadi anak yang lemah, terlalu manja dengan keaadaan, aku tidak mensyukuri apa yang selama ini aku dapat padahal masih banyak orang yang tidak menguntungkan dari pada Aku.. “Maafkan aku Ayah,aku janji,”kataku sekali lagi dan rasa yang kurasakan saat itu cuma perasaan bahagia yang meluap.
Kelas : XII-IA-2 SSN
1 comments:
menyentuh :((
Post a Comment