Tak terasa satu tahun sudah kujalani hari-hariku bersamanya. Yah, lelaki yang selama ini setia bersamaku dan pemilik dari sebuah nama yakni Ady. Dia sesosok cowok yang rajin, baik, egois dan juga posesive. Berbeda denganku yang cerewet, plin-plan, sedikit malas dan mungkin juga baik. Seakan hari-hari yang kulalui serasa indah dengannya. Walau banyak pertikaian dalam hubungan kita, akan tetapi hal itu sama sekali bukan halangan untuk kita.
Jam telah menunjukkan pukul 14.00. Itu berarti menandakan bahwa jam pelajaranpun telah usai, kini waktunya untuk bergegas pulang ke rumah.
“Vin.. Vindy!” teriak Vera salah seorang sahabatku.
“Ada apa?” Tanyaku dengan sedikit panik.
“Nanti jadi ikut ke rumahku sama Olif juga Lestari kan? Kamu kan sudah lama tidak main ke rumahku!” Ucap Vera dengan nada meminta.
“Emmm… Gimana ya? Masalahnya aku sudah ada janji sama Ady. Bentar aku tanyakan Ady dulu.” Kataku sambil bergegas berjalan ke kelas Ady
. “Dy.. gimana? Kita jadi keluar?” kataku dengan wajah yang bingung.
“Iya jadi Vin. Kamu kenapa? Kelihatannya seperti orang yang kebingungan?” Tanya Ady dengan heran.
“Oh… Nggak apa-apa kok. Tadi aku diajak Vera untuk main ke rumahnya.” Jawabku. “Terus kamu gimana? Mau ke rumah Vera? Lebih baik kamu gak usah main ke rumah Vera. Ntar kamu malah diajak kluyuran gak jelas. Mending sama aku aja. Kita bahas tugas kita di luar.” Tukasnya dengan sedikit kesal.
“Iya iya aku sama kamu. Aku gak ikut ke rumah Vera! Gak usah manyun gitu dong. Ntar makin jelek!” Bujukku dengan manja.
Keesokan harinya aku berangkat ke sekolah tidak sendiri. Melainkan dengan Ady. Hari ini Ady memang sengaja untuk menjemputku. Sesampainya di sekolah, aku menemui ketiga sahabatku.
“Hai. Gimana hari ini apa ada tugas? Enggak kan?” Tanyaku dengan wajah yang ceria. “Enggak.” Jawab mereka dengan sewot.
“Kalian aneh. Kenapa? Ada apa?” Tanyaku dengan raut wajah yang bingung. “Kamu selama ini gak pernah sadar ya dengan perubahan kamu!” jawab Olif dengan muka yang kesal.
“Apa kamu sadar kalau selama ini kamu gak pernah ada waktu buat kita? Kamu selama ini hanya sibuk dengan segala urusanmu dengan Ady. Kamu gak pernah peduli’in kita. Selama ini kamu anggap kita apa? Mungkin kamu sudah tidak butuh sahabat seperti kita!” Jawab Lestari dengan nada tinggi.
“Aku gak bermaksud seperti itu, aku cuma…” Belum selesai aku menjawab,
Vera langsung memotong. “Sudahlah, tidak usah diributkan. Mending kita pergi aja.” Merekapun pergi.
Sekarang tinggal aku sendiri di sini. Tak kuasa kumenahan air mata ini. Dan kubiarkan air mata ini tumpah tak terbendung. Akupun mulai tersadar, bahwa selama ini aku lebih mementingkan urusanku dengan Ady daripada sahabat-sahabatku. Memang ini salahku.
Sore hari, aku hanya bisa merenungi semua kejadian yang ku alami tadi pagi di dalam kamarku sendirian. Kemudian ada seseorang yang membuka pintu kamarku, terdengar suaranya memanggilku.
“Vin… vindy… kamu sedang apa nak? Kok gak keluar kamar terus gak mau makan dari tadi pagi? Mama sudah masakin masakan kesukaan kamu tuh. Ayo makan.” Pinta mama dengan mengelus pundakku.
“Gak ma. Gak apa-apa. Aku Cuma lagi males makan aja.” Ucapku dengan senyum yang terpaksa.
“Kamu kenapa? Ayo cerita sama mama. Mama tahu kalau kamu lagi ada masalah.” Sahut mama.
“Gini ma, sebenarnya aku lagi ada masalah sama sahabat-sahabatku. Mereka bilang aku sudah lupain mereka. Aku lebih mengutamakan Ady selama ini.” Kataku sambil mengusap air mata yang jatuh di pipiku.
“Sudah… anak mama gak boleh nangis. Seharusnya kamu juga jangan terlalu mengabaikan sahabat-sahabatmu. Kamu butuh mereka dan mereka juga butuh kamu. Minta maaf sama mereka ya. Pasti mereka mau maafin kamu.” Ucap mama dengan bijak.
Tiba-tiba hpku berbunyi. “One message received”. Kubaca ternyata pesan dari Ady. kemudian kubuka,
“Kamu dimana? Sama siapa? Dari tadi aku tungguin sms kamu tapi gak ada, gak ada kabar sama sekali. Kamu sudah bosan sama aku? Kalau sudah bosan bilang! Jangan seperti ini!”. Kubaca pesan darinya dengan kesal. Dia sama saja dengan menambah masalahku. Akupun berpikir singkat, lebih baik aku putuskan saja hubungan ini daripada semakin banyak masalah yang timbul karena hubunganku dengannya. Kumulai membuka hpku dan membalas pesan yang kuterima dari Ady.
“Kamu masih aja seperti ini! Gak bisa berubah! Kamu tahu gak gimana perasaanku sekarang! Aku lagi ada masalah sama sahabatku, sekarang malah kamu yang menambah masalahku! Daripada seperti ini terus, mending kita putus. Aku sudah tidak tahan dengan sikapmu yang posesive dan egois itu!”
Aku mulai mengirim pesan tersebut dengan air mata yang terus berjatuhan. Sempat berulang kali Ady membalas pesan dan menelponku, tapi sama sekali tak kuhiraukan. Karena saat ini aku hanya ingin sendiri.
Bel sekolah berbunyi. Tepat saat aku berada di depan pintu gerbang. Dan aku terus berjalan ke kelasku. Hari ini aku berniat untuk meminta maaf kepada sahabat-sahabatku agar masalah ini selesai. Ku hampiri mereka yang sedang duduk di depan kelas.
“Temen-temen, maafin aku ya! Aku yang egois, aku yang tidak memperdulikan kalian, aku memang salah. Maafkan aku! Aku berjanji takkan mengulanginya lagi.” Rayuku dengan wajah penuh harapan.
“Iya vin.. kita maafin kok.” Jawab mereka dengan senyuman.
Sangat lega rasanya, masalah yang satu ini telah terselesaikan, tinggal masalahku dengan Ady. Hpku bergetar, ada sebuah pesan dari Very. Very merupakan sahabat almarhum kakakku yang telah lama meninggal. Aku kenal Very sejak dia sering main ke rumah. Kemudian kita sering contact dan kurasa dia orangnya asik dan baik. Sama sekali tak terlihat sifat buruknya. Dan rasanya aku suka dengannya karena kurasa orangnya sederhana dan diapun meresponku.
Ku baca pesan darinya “Adek. Aku sayang sama kamu. Aku ingin jadi orang yang selalu ada untukmu sebagai pengganti almarhum kakakmu. Kamu mau jadi kekasihku?”
Aku spontan dan sangat kaget. Apa ini hanya mimpi? Tapi tidak, ini nyata. Aku benar-benar tidak percaya. Cowok selama ini yang sangat kukagumi ternyata dia juga mencintaiku. Aku harus menjawab apa? Bagaimana dengan Ady? Tak terpikirkan lehku aku langsung membalas pesan dari Very.
“Iya kak. Aku mau jadi pacar kakak.” Dengan tidak memikirkan orang yang di sekelilingku, langsung saja kuterima.
8 jam berlalu. Aku dan teman-temanku beranjak pergi meninggal kelas. Tanpa kusadari Ady telah menghampiriku.
“Vin. Aku butuh penjelasan kamu! Maksut kamu apa?” Dengan erat ia memegang pundakku.
“Mungkin lebih baik hubungan kita sampai di sini Dy. Aku sudah tidak bisa denganmu. Aku bukan yang terbaik untukmu.” Ucapku dengan melepas tangannya dari pundakku.
“Aku gak bisa tanpamu Vin! Aku terlanjur cinta sama kamu. Maafkan aku yang selama ini terlalu mengekangmu.” Ia memelukku dan mulai meneteskan air mata.
“Maaf, sepertinya kita sampai di sini saja. Maafkan aku juga. Tapi kita masih bisa berteman.” Aku melepaskan pelukannya dan berlalu pergi meninggalkannya. Tak terasa air mataku jatuh dengan deras di pipiku. Entah apa yang kupikirkan sampai seperti ini.
Tak terasa sebulan sudah telah kulalui hari-hariku dengan Very tanpa Ady. Yang kurasakan sangatlah berbeda dengan diawal kukenal dia. Dia mulai menunjukkan sikap-sikapnya sangat tak kusukai. Tiap hari ada saja perkataannya yang membuatku sakit hati. Tapi ia tak pernah merasakan itu. Hpku berbunyi dengan keras. Lalu kuambil hpku dan ternyata ada telfon dari Very dan langsung kuangkat.
“Hallo. Tumben jam segini telfon? Lagi dimana? Baik-baik aja kan?” sapaku dengan riang.
“Kenapa? Kamu gak suka?” jawabnya dengan ketus.
“Lho kok jadi sewot sih? Aku kan cuma nanyak. Ternyata kamu gini ya! Suka banget marah-marah! Gak bisa apa gak marah-marah sehari aja sama aku!” ucapku dengan nada tinggi.
“Enggak! Aku gak bisa. Inilah aku. Terus kenapa? Kamu gak tahan? Pengen putus? Ayo kalo kamu emang pengen putus! Dasar anak kecil!” Jawabnya dengan membentak.
“Apa? Mudah sekali kamu bilang putus! Ternyata selama ini aku salah menilaimu. Hanya luka yang aku dapat selama aku bersamamu. Ok. Lebih baik kita putus.”
Langsung kututup telfonnya. Sangat kecewa dan sangat menyesal. Aku ingin mengerti aku dan yang lebih baik Ady, tapi apa yang aku dapat? Hanya rasa sakit, penyesalan dan kemarahan. Aku tak tahu harus bagaimana lagi. Sekarang aku hanya bisa menangisi ini di atas pangkuan sang mama. Mama yang selalu setia menemani dan memotivasiku. Ingin ku kembali dan mengulang semua ceritaku dengan Ady. Tapi itu semua hanya menjadi mimpi buatku. Kini Ady telah ada yang memiliki. Hatiku hancur berkeping-keping. Tapi mungkin ini balasan untukku karena Ady dulu juga merasakan hal yang sama sepertiku ketika ia mendengar kabar bahwa aku telah bersama Very. Tak bisa apa-apa lagi. Aku hanya merasa sangat bersalah. Rasanya tak bisa memaafkan diriku sendiri karena aku telah melukai orang yang begitu mencintaiku. Rasa cintaku kini semakin besar setelah ia meninggalkanku. Aku hanya bisa mendo’akannya semoga ia bahagia dengan yang lain. Dan kejadian ini sebagai pelajaran untukku agar tak mengulangi kesalahan yang sama.
NAMA : VINDY DWI FINOLA
NO : 30
KLS : XII. IA. 2. SSN
0 comments:
Post a Comment